“Negara atau Pusat hadir di Pulau Nipa melalui Kemenko Marves, Kemenhan (khususnya TNI-AL), KKP, Kemenhub, PUPR, swasta bersama dan BUMN.”

Meutiaranews.co – Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyampaikan kehadiran Badan Usaha Pelabuhan (BUP) sebagai operator pengelolaan sumber daya ekonomi di wilayah laut pulau terluar (Pulau Nipa) semakin menguatkan kedaulatan Indonesia di Selat Singapura.

Hikmahanto menilai ditetapkannya Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau, sebagai role model pertahanan berbasis ekonomi menjadikan posisi pulau terluar (Pulau Nipa) semakin kokoh dan menandakan Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan pulau-pulaunya.

Hikmahanto juga mengurai soal reklamasi di Pulau Nipa yang hampir tenggelam pada 2002. Menurut dia, reklamasi Pulau Nipa tidak menjadi masalah karena masih dalam kedaulatan NKRI.

“Berarti Indonesia mengurangi laut teritorialnya sendiri, bukan berarti terjadinya penambahan laut teritorial Indonesia dan membatalkan perjanjian dengan Singapura,” jelas Hikmahanto, kepada media ini di Jakarta, Rabu 15 Maret 2023.

Apakah ada kemungkinan Pulau Nipa akan bernasib sama dengan Pulau Sipadan dan Ligitan? “Menurut saya tidak. Mengingat kita (Pemerintah Indonesia) sudah memiliki perjanjian batas laut dengan Singapura,” jelas Himahanto.

Membangun dari pinggiran
di sisi lain, Wihana, Guru Besar Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, membahas posisi Pulau Nipa dari perspektif ekonomi.

Menurut dia, pembangunan Pulau Nipa juga masuk dalam konteks paradigma ‘membangun dari pinggiran’, yakni wilayah 3TP (terdepan, terluar, tertinggal, dan perbatasan).

“Pulau Nipa sebagai wilayah 3T dan sekaligus perbatasan, harus di (re) persepsikan sebagai etalase negara sehingga perlu dibangun sarana dan prasarana yang memadai,” katanya.

Sebagaimana posisi pulau Batam, lanjut Wihana, posisi pulau Nipa meskipun hanya pulau kecil, pulau ini sangat strategis, terutama sebagai salah satu titik penentu batas ZEE 12 mil karena merupakan salah satu pulau terdepan/terluar.

Seperti diketahui, kata dia, pulau ini telah direklamasi dari semula yang luasnya hanya 0,5 hektar menjadi 60 hektar lebih. Pulau ini bermakna/signifikansi jamak, yakni dari perspektif pertahanan, batas wilayah terluar (titik penentu ZEE), konservasi, maritim, dan ekonomi.

Prof Wihana menyebutkan dalam perspektif SWOT (Strength – Weakness – Opportunity – Threats), ‘ganggguan’ dari para broker itu merupakan upaya untuk menggerus kepercayaan para investor (potensial) dengan mengeksploitasi kelemahan-kelemahan yang ada pada PT Pelindo dan PT Asinusa (pemegang konsesi BUP) serta kelengkapan infrastruktur secara umum. “Gangguan dari para broker tidak perlu disikapi secara berlebihan,” tegas Wihana. ***

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

By Dika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *