Meutiaranews.co – Rekam jejak keputusan KSAD Jendral TNI Andika Perkasa banyak menuai apresiasi. Pujian pun banjir diberikan kepada lulusan Akademi Militer 1987 tersebut.

Misalnya soal menghapus tes keperawanan dalam seleksi calon anggota Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad). Kebijakan ini dianggap terobosan penting termasuk dari sisi kesetaraan gender.

Bukan hanya itu, langkah berani yang dibuat Andika ketika bertugas sebagai Pangdam XII/Tanjungpura pada 2016. Jendral Andika juga membuat keputusan ‘di luar kelaziman’ yang menuai sanjungan.

Kisah itu dibagikan mantan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI (Purn) Widodo Iryansyah. Kala itu, Widodo menjabat Danrem 121/Alambhana Wanawai Kodam XII/Tanjungpura. Dengan kata lain, Jendral Andika atasannya langsung saat itu.

Widodo menceritakan, kehidupan di daerah perbatasan sangat memprihatinkan. Dari sisi infrastruktur, misalnya, jauh tertinggal dibandingkan daerah tetangga (Malaysia). Begitu juga soal perekonomian penduduk.

Menurut Widodo, tantangan lain kawasan perbatasan yaitu minimnya prajurit TNI yang merupakan putra asli daerah. Padahal, keberadaan anggota TNI ini sangat penting karena dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap daerah.

“Akhirnya kami laporkan kepada beliau (Pangdam Andika) bahwa perbatasan ini apa pun harus mempunyai suatu kebanggan. Salah satunya lahir tentara-tentara dari perbatasan,” kata Widodo dalam video bertajuk ‘Mantan Pangdam Ngomongin KSAD’ yang diunggah akun resmi TNI AD di YouTube, dikutip Minggu, 26 September 2021.

Mendapat laporan itu, Mayjen TNI Andika Perkasa memerintahkan agar daerah perbatasan diberi kuota lebih banyak untuk seleksi calon anggota TNI. Persoalannya, kata Widodo, meski kuota ditambah faktanya tidak pernah terpenuhi.

Minimnya calon tentara yang memenuhi syarat itu karena faktor kesehatan tak sesuai standar. Hal ini bisa dimaklumi, kemungkinan karena faktor gizi, kalori, maupun sarana olahraga yang tidak ada. Maklum daerah perbatasan sangat minim fasilitas.

Mengingat tentara dari daerah perbatasan sangat dibutuhkan, Widodo pun kembali melapor kepada Pangdam Andika. Dia menceritakan rata-rata tinggi badan calon prajurit di bawah 163 cm, syarat minimal yang biasa digunakan dalam seleksi AD.

Di sinilah terobosan diambil Andika. Keputusan cepat itu sampai membuat Widodo terkejut. “Yang luar biasa dan saya kaget, petunjuk Pangdam waktu itu, sudah masukkan saja, yang penting dia sehat, yang penting mentalnya kuat, yang penting dia betul-betul NKRI,” kenang Widodo.

Benar saja. Kebijakan taktis itu membawa dampak nyata. Menurut Widodo, saat anak daerah menjadi tentara, dia menjadi kebanggaan masyarakat.

“Itu yang namanya kepala suku-kepala suku Dayak di perbatasan itu mengelu-elukan dandim, danrem, karena putra-putranya yang terbaik diberikan kesempatan untuk menjadi tentara,” kata jenderal kelahiran Surabaya ini.

Belajar dari pengalaman ini, Widodo menyebut betapa pentingnya diperlukan terobosan-terobosan berani. Keputusan itu pula yang dicontohkan langsung oleh atasannya, Mayjen Andika yang kini telah menjadi KSAD.

Widodo menegaskan, sikap berani Andika sangat beralasan. Menurutnya, yang paling mengerti persoalan daerah tak lain putra daerah. Karena itu, Andika juga memberikan petunjuk agar putra daerah (perbatasan) ditugaskan di daerahnya.

“Akhirnya tentara di perbatasan ini, putra daerah, dijadikan tokoh walaupun masih muda karena dia punya kewibawaan, ilmu yang didik selama ini. Jadi ya, Jenderal Andika yang membuat terobosan seperti itu,” tutur mantan Dandim 0816/Sidoarjo ini.

Sumber: Sindonews.com

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

By Dika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *