Tunisia

MeutiaraNews.co – Kebudayaan memegang peran penting dalam menjaga ketahanan suatu bangsa dan negara. Negara yang mampu memajukan kebudayaannya dapat lebih mudah bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan global.

Hal ini disampaikan oleh pakar hubungan internasional Dr. Teguh Santosa dalam kuliah umum “Culture and Diplomacy Talks” yang diadakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada Senin, 4 November 2024. Kuliah ini menghadirkan Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, Mohamed Trabelsi, sebagai narasumber.

“Budaya bukan sekadar tarian atau nyanyian, tetapi merupakan cara hidup masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah semangat perjuangan yang membuat bangsa kokoh,” ujar Dr. Teguh, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).

Acara ini dihadiri oleh lebih dari 100 mahasiswa Hubungan Internasional UIN, serta Dekan FISIP Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah dan Ketua Program Studi HI, Robi Sugara, M.Sc. Kuliah umum ini juga dimeriahkan oleh penampilan kelompok tari “Seaflowers” yang membawakan tarian bernuansa Tunisia dan Timur Tengah.

Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah berharap kegiatan ini dapat mempererat kerja sama antara Indonesia dan Tunisia, terutama di bidang pendidikan. Duta Besar Trabelsi menyambut baik harapan ini dan berharap dapat menjalin kerja sama yang lebih erat.

Sejarah Hubungan Indonesia-Tunisia

Dalam kesempatan tersebut, Dubes Trabelsi memaparkan sejarah hubungan Tunisia dan Indonesia, termasuk kisah pelukis Tunisia, Hatem El Mekki, yang lahir di Jakarta. Pada tahun 1924, keluarga El Mekki pindah ke Tunisia, dan Hatem tumbuh menjadi pelukis ternama yang karyanya terinspirasi oleh Indonesia.

Dubes Trabelsi juga mengisahkan pertemuan bersejarah antara Habib Bourguiba, pemimpin perlawanan Tunisia, dan Presiden Sukarno pada tahun 1951 di Jakarta. Sukarno mendukung perjuangan Tunisia untuk merdeka dari Prancis. Tunisia juga hadir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955, setahun sebelum akhirnya merdeka. Sebagai penghormatan, nama Sukarno diabadikan sebagai nama jalan di Tunis pada 6 Juni 2024.

Tunisia: Perjalanan Sejarah Selama 3.000 Tahun

Sejarah Tunisia bermula sejak 3.000 tahun lalu ketika Ratu Elissa mendirikan kota Kartago pada 814 SM. Setelah Perang Punic, Kartago dihancurkan oleh Romawi, yang menjadikannya provinsi bernama Africa. Tunisia kemudian mengalami era kekuasaan Vandal, Bizantium, dan akhirnya Islam mulai abad ke-9, yang membawa kebangkitan ilmu pengetahuan dengan berdirinya Universitas Ez Zitouna.

Tokoh terkemuka Tunisia, Ibnu Khaldun, lahir pada tahun 1332 dan dikenal sebagai pendiri ilmu sosial dan ekonomi Islam. Selanjutnya, Tunisia menjadi bagian dari Kesultanan Utsmaniyah sebelum menjadi protektorat Prancis pada 1881 hingga kemerdekaannya pada 1956. Habib Bourguiba, pejuang kemerdekaan, menjadi presiden pertama Tunisia hingga tahun 1987, digantikan oleh Zine El Abidine Ben Ali yang akhirnya digulingkan dalam Revolusi Tunisia pada 2011.

Saat ini, Tunisia dipimpin oleh Presiden Kais Saied, yang terpilih kembali untuk periode kedua pada Oktober 2024.

Peran Tunisia di Dunia Internasional

Dalam era modern, Tunisia berperan aktif dalam isu-isu internasional penting. Tunisia mulai menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada tahun 1964 dan mendukung Resolusi Majelis Umum PBB 2758 pada 1971. Tunisia juga mendukung Gerakan Non-Blok, menentang apartheid, dan mendukung kemerdekaan Palestina.

Melalui ketahanan budaya dan keterlibatan aktif di arena internasional, Tunisia menjadi contoh penting bagi negara-negara lain yang ingin tetap kokoh dalam menghadapi tantangan zaman. (*/r)

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *