Meutiaranews.co – Sejumlah negara di Afrika, Uni Eropa hingga Asia dilanda gelombang panas atau heatwave lebih dari 40 derajat celcius. Berbeda dengan Indonesia, mengapa cuaca tidak mengalami hal yang sama?

Sebagai contoh di Inggris, diselimuti suhu ekstrem hingga lebih dari 40 derajat celcius. Akibatnya, kereta api pun tidak beroperasi karena suhu rel mencapai 62 derajat celcius sehingga menyebabkan kerusakan.

Sedangkan di Portugal, gelombang panas memakan korban jiwa hingga menyebabkan 1.063 kematian, sejak dilanda heatwave setidaknya pada 10 Juli 2022.

Untuk diketahui, gelombang panas merupakan kondisi cuaca yang sangat berbahaya di mana suhu melonjak jauh melebihi batas atas suhu di wilayah tersebut.

Gelombang panas menimbulkan banyak bahaya, mulai dari masalah kesehatan, kekeringan lahan, hingga kebakaran hutan dan lahan.

Panas yang tinggi itu kemudian bergabung dengan tingkat kelembapan yang tinggi dan menciptakan gelembung panas di area tertentu dalam jangka waktu yang lama.

Terbentuknya gelombang panas terjadi ketika udara bertekanan tinggi mengendap di udara, pada ketinggian 3.000-7.600 meter, dan menyebabkan udara panas.

Kemudian udara panas menciptakan gelembung yang bertindak seperti segel dan memerangkap panas di dekat daratan.

Lantas segel itu mencegah arus konveksi yang membentuk awan dan awan hujan, yang keduanya akan berfungsi membuat sebuah wilayah menjadi dingin.

Selanjutnya, fenomena tersebut menghasilkan gelombang panas yang memiliki suhu tinggi dan kelembaban tinggi di dekat daratan. Gelombang panas bisa berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu.

Gelombang panas tidak hanya terbatas pada area yang biasanya dianggap memiliki suhu tinggi. Fenomena ini dapat terjadi di mana saja ketika udara bertekanan tinggi dapat menciptakan lingkungan untuk membentuk kubah panas.

Namun, kondisi wilayah Indonesia diketahui tidak memungkinkan untuk terjadinya fenomena gelombang panas.

“Kejadian suhu panas di Indonesia tidak dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrem meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) yaitu anomali lebih panas 5 derajat dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari,” ucap Plt. Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam rilis BMKG, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan catatan, rekor tertinggi suhu udara di Indonesia pernah terjadi pqda 5 September 2012, dengan suhu 40 derajat di Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Alberth Christian Nahas, Koordinator Sub Bidang Informasi Gas Rumah Kaca BMKG, mengatakan heatwave terjadi saat temperatur udara di suatu lokasi di atas 35 derajat selama 5 hari berturut turut. Namun, RI kini terhitung masih adem atau pada suhu rata-rata.

“Kebetulan di Indonesia, itu enggak hanya di Jakarta, secara umum (gelombang panas) belum pernah terjadi. Kenapa? Kita dikelilingi lautan,” ungkapnya,dalam bincang bersama Bicara Udara, Selasa (19/7).

Ia menjelaskan menurut catatan BMKG, Indonesia belum pernah mengalami heatwave. Tetapi jika panas ekstrem sehari dua hari dalam hitungan jam, pernah terjadi, dengan rentang subu 38-39 derajat celcius.

Lalu dia mengatakan hubungan dengan lautan adalah, laut salah satu komponen yang bisa mengurangi heatwave karena air membuat kondisi wilayah menjadi lembap. Potensi untuk heatwave sangat susah terjadi, apalagi sampai berlangsung lima hari.

Alberthmenyebut kondisi semacam ini tak dimiliki oleh negara-negara Eropa yang biasanya lebih kering. “Saat musim tertentu, di [saat] summer, matahari posisinya di sana, temperatur sana lebih tinggi, lebih kering, potensi heatwave lebih besar.” (es)

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

By Dika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *