MeutiaraNews.co – Mandi junub adalah mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar, seperti setelah berhubungan suami istri atau keluar mani. Ibadah ini bertujuan untuk mensucikan diri agar dapat kembali melaksanakan ibadah seperti salat dan membaca Al-Qur’an.
Namun, saat bulan Ramadan, banyak umat Islam yang bertanya-tanya bolehkah mandi junub saat puasa? Kekhawatiran ini muncul karena ada anggapan bahwa mandi junub dapat mempengaruhi keabsahan puasa.
Lantas, bagaimana sebenarnya hukum mandi wajib ketika sedang puasa?
Penyebab Kewajiban Mandi Junub
Beberapa hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi junub antara lain keluarnya air mani, baik dalam keadaan sadar maupun tidak, berhubungan suami istri, serta berakhirnya masa haid dan nifas. Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang juga mengharuskan mandi junub.
Seorang Muslim yang belum mandi junub setelah mengalami hadats besar dilarang melaksanakan ibadah tertentu, seperti salat wajib dan membaca Al-Qur’an (tadarus).
Terkait perintah mandi junub, Allah SWT berfirman dalam surah Al Maidah ayat 6.
وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ
Artinya: “Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah,” (QS Al Maidah: 6).
Setelah mandi junub dan mensucikan diri dari hadats besar, seseorang baru diperbolehkan melaksanakan ibadah seperti salat dan membaca Al-Qur’an. Mandi wajib ini menjadi syarat agar ibadah yang dilakukan sah dan diterima oleh Allah SWT.
Hukum Mandi Junub saat Puasa
Menurut buku Kitab Fikih Sehari-hari karya A R Shohibul Ulum, kesucian dari hadats kecil maupun besar bukanlah syarat sahnya puasa. Hal ini diperkuat oleh sebuah hadis yang menjelaskan tentang hukum tersebut.
“Berpuasa hukumnya sah bagi orang junub seperti orang yang memasuki waktu Subuh, sedangkan ia dalam keadaan belum mandi junub. Hal ini karena Aisyah dan Ummu Salamah RA berkata, ‘Sesungguhnya Nabi SAW memasuki waktu Subuh dalam keadaan junub karena jimak dengan istrinya, kemudian setelah itu beliau mandi dan berpuasa.” (HR Bukhari)
Seorang Muslim boleh mandi wajib saat berpuasa, karena hal itu tidak membatalkan atau mempengaruhi keabsahan puasanya. Selama puasa dijalankan sesuai syariat, mandi junub tidak mengurangi nilai ibadah tersebut.
Misalnya, jika seseorang mengalami mimpi basah saat berpuasa, maka puasanya tetap sah karena hal itu terjadi di luar kehendaknya. Setelahnya, ia hanya perlu mandi wajib agar bisa kembali melaksanakan ibadah seperti salat dan membaca Al-Qur’an.
Contoh lainnya, mengenai hubungan suami-istri ketika bulan puasa, kita dilarang untuk melakukannya pada siang hari. Tapi Allah mengizinkan hamba-Nya untuk melakukan hubungan seksual suami istri di malam hari.
Sebagaimana dalam firman Allah di surah Al Baqarah ayat 187:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
Berhubungan suami istri di malam hari sebelum waktu Subuh diperbolehkan dalam Islam, asalkan sebelum fajar tiba. Jika seseorang masih dalam keadaan junub setelah adzan Subuh, puasanya tetap sah, karena hadats besar tidak membatalkan puasa.
Setelahnya, mandi junub harus dilakukan agar dapat melaksanakan salat Subuh dalam keadaan suci dari hadats.
Sebaliknya, jika hubungan suami-istri dan mandi junub keduanya dilakukan setelah fajar, maka hukumnya membatalkan puasa. Hal ini karena berhubungan suami-istri ketika puasa merupakan salah satu faktor penyebab batalnya puasa seseorang. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional