Meutiaranews.co – Potensi terjadi tsunami hingga 20 meter yang bakal menghantam wilayah Banten apabila megathrust di bagian selatan Jawa melepaskan energi besarnya.
Hal ini disampaikan Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa. Potensi tersebut muncul setelah ia dan sejumlah peneliti lainnya melakukan pemodelan tsunami dalam sebuah studi yang terbit pada tahun 2020.
“Tsunami ini, kalau dengan skenario satu selatan Jawa, maka potensi tinggi tsunami di selatan Jawa itu bisa mencapai 5-20 meter,” kata Rahma dalam sebuah diskusi daring yang tayang di kanal YouTube BRIN, Jumat (30/8).
Saat ini ada empat segmen megathrust yang berada di selatan Jawa, yakni Megathrust Selat Sunda, Megathrust Jawa Barat, Megathrust Jateng-Jatim, dan Megathrust Bali.
Dari empat segmen itu, Megathrust Selat Sunda merupakan salah satu zona seismic gap atau zona sumber gempa potensial tapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir.
Zona ini diduga sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan/stress kerak Bumi.
Megathrust Selat Sunda, memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun. Menurut catatan BMKG, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757, dengan usia seismic gap 267 tahun.
“Kita melihat akumulasi energi yang lebih besar ada di Jawa bagian barat, di selatannya Banten, tapi ini kita masih monitor terus di selatan Jawa. Mungkin di daerah Lebak, Banten [tinggi gelombang tsunami] bisa sampai 20 meter,” jelas Rahma.
“Rata-rata daerah lainnya 15 meter, sama tinggi lah ya. Makanya kita keluarnya rata-rata di selatan Jawa itu potensinya bisa 20 meter dengan waktu tempuh rata-rata 20 menit,” ujarnya menambahkan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI pekan lalu, mengatakan pihaknya sejak beberapa tahun terakhir fokus mengerahkan alat-alat mitigasi gempa di zona Megathrust Selat Sunda.
Zona Megathrust Selat Sunda yang berdekatan dengan Provinsi Banten menjadi perhatian khusus pihaknya dalam menghadapi potensi gempa besar di wilayah tersebut. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi hal itu.
“Kami sangat-sangat serius menyiapkan itu [mitigasi megathrust], terutama Banten, Selat Sunda, karena di situ ada industri dan dampaknya beda dengan lokasi yang tidak ada industri, dan itu industrinya chemical,” jelas Dwikorita.
Ia mengatakan sejak 2018 pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan, baik itu pemerintah daerah, industri, hingga masyarakat setempat.
Dengan pihak industri, BMKG sudah bekerja sama untuk memasang peringatan dini, termasuk jalur-jalur evakuasi. Menurut dia mitigasi gempa besar megathrust yang berpotensi memunculkan tsunami dahsyat di wilayah itu butuh perhatian serius.
“Di sana juga banyak hotel, masyarakatnya padat penduduk, jadi total ini kami barangkali di selat sunda melebihi dari yang lain lah,” tuturnya.
Ia merinci, setidaknya sejak 2019 pihaknya sudah memasang 39 unit seismograf atau alat untuk mengukur pergerakan Bumi. Padahal, sebelumnya hanya ada kurang dari 10 alat seismograf di wilayah tersebut.
Kemudian, BMKG juga sudah memasang 20 unit akselerograf atau yang dikenal dengan strong motion seismograf, sebuah perlatan yang digunakan untuk merekam guncangan tanah yang sangat kuat sehingga percepatan permukaan tanah terukur.
Menurut Dwikorita, pemasangan 20 unit akselerograf di Banten itu merupakan yang terbanyak dibanding wilayah lain.
Selanjutnya, Dwikorita mengklaim bahwa BMKG sudah memasang sebanyak 22 unit automatic water level atau tsunami gate yang berpotensi mendeteksi potensi tsunami yang kemungkinan disebabkan oleh gempa megathrust ataupun aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Bukan hanya itu, BMKG juga sudah menambah sirine evakuasi menjadi 15 unit dari sebelumnya hanya 2 unit di wilayah Banten. BMKG, kata Dwikorita, juga telah memasang 81 Warning Receiver System (WRS) di BPBD, hotel, dan industri.
Warning Receiver System merupakan salah satu alat diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
“Dan kami lakukan sekolah lapang gempa ada di 7 lokasi. Ini masih terus, terutama untuk berdayakan pemda dan masyarakat agar mereka mampu mandiri,” jelas dia. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional