Meutiaranews.co – Wakapolri Komjen Pol Agus Adrianto berziarah Masjid Raya Sultan Riau , peninggalan sejarah di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri). Didampingi Kapolda Kepri Irjen Pol Yan Fitri Halimansyah di masjid yang terbuat dari telur berusia berusia ratusan tahun, Waka Polri mendengarkan aspirasi masyarakat dalam program Jumat Curhat.
“Jumat Curhat merupakan komunikasi dua arah antara Polri dengan masyarakat dalam membahas permasalahan seputar kamtibmas yang terjadi serta beberapa pelayanan Polri terhadap masyarakat, yang nantinya masukan dari masyarakat ini sebagai feedback yang akan dijadikan sarana perbaikan kinerja Polri kedepannya,” ujarnya saat berada di Rumah Adat Pulau Penyengat, Jumat (2/2/2024).
Pada kesempatan tersebut, salah satu Tokoh agama H. Raja Al Hafiz mengusulkan supaya Tugu bahasa Melayu, Tugu bahasa Indonesia dapat didirikan di pulau Penyengat.
“Selanjutnya di belakang kita ini ada Balai Adat Indra Perkasa, yang mana balai ini masih membutuhkan perbaikan secara total, serta penyelesaian Jalan lingkar yang belum tuntas,” ungkapnya.
Selain itu, seorang ibu rumah tangga juga menyampaikan keluhan terkait kelangkaan air bersih saat musim kemarau.
“Untuk jalan lingkar tahun 2024 akan selesai. Kemudian untuk perbaikan bangunan akan ada bantuan dari saya. Soal air bersih, Kapolresta Tanjungpinang untuk mengecek apa hambatan dan penyebabnya.
Dia mengatakan, Program Jumat Curhat ini adalah program terpusat yang dicetuskan oleh Kapolri dan kegiatan ini akan terus berlangsung, agar dengan kegiatan ini, Polri memahami dan mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi terkait kamtibmas di tengah-tengah masyarakat,” tutupnya.
Kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan 270 paket sembako kepada masyarakat Pulau Penyengat.
Untuk diketahui, Masjid Raya Sultan Riauini mulai dibangun sekitar tahun 1771-1815. Pada awalnya, masjid ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata yang hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi lebih kurang 6 meter.
Namun, seiring berjalannya waktu, masjid ini tidak lagi mampu menampung jumlah anggota jemaah yang terus bertambah sehingga Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman, Sultan Kerajaan Riau-Lingga pada 1831-1844 berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid tersebut.
Untuk membuat sebuah masjid yang besar, Sultan Abdurrahman pada tanggal 1 Syawal 1248 Hijriah (1832 M) atau bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, berseru kepada seluruh rakyatnya untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah.
Masyarakat dari berbagai pelosok kala itu berbondong-bondong berdatangan ke Pulau Penyengat untuk mengantarkan bahan bangunan, makanan, dan tenaga, sebagai tanda cinta yang tulus kepada Sang Pencipta dan Sang Sultan. Bahkan, kaum perempuan pun ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut sehingga proses pembangunannya selesai dalam waktu yang cepat. Terbukti, fondasi setinggi sekitar 3 meter dapat selesai hanya dalam waktu 3 minggu.
Konon, karena banyaknya bahan makanan yang disumbangkan penduduk, seperti beras, sayur, dan telur, para pekerja sampai merasa bosan makan telur sehingga yang dimakan hanya kuning telurnya saja. Karena menyayangkan banyaknya putih telur yang terbuang, sang arsiek memanfaatkannya sebagai bahan bangunan.
Sisa-sisa putih telur itu kemudian digunakan sebagai bahan perekat, dicampur dengan pasir dan kapur, sehingga membuat bangunan masjid dapat berdiri kokoh, bahkan hingga saat ini. (*/r)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional