Kapal Penumpang

MeutiaraNews.co – Karina Rasmita Sembiring mengaku kecewa terhadap sikap manajemen moda transportasi laut Ocean Dragon Ferry. Kekecewaan itu bermula ketika ia meminta pertanggungjawaban atas barang bawaannya yang tertinggal, namun justru berujung pada somasi dan pemberitaan yang dianggap menyudutkannya.

“Saya mengajukan klaim atas barang yang hilang, itu hak saya sebagai penumpang. Tapi malah disomasi, bahkan dirilis berita yang memberi kesan negatif terhadap saya,” ujar Karina kepada wartawan.

Karina kemudian memaparkan kronologi lengkap peristiwa yang dialaminya sejak berangkat dari Malaysia menuju Batam hingga akhirnya menerima somasi dari pihak Ocean Dragon Ferry.

Awal Perjalanan dan Barang yang Tertinggal

Pada Selasa, 15 Juli 2025, Karina bersama tim kantornya menumpangi kapal ferry Marine Hawk 3, yang dioperasikan oleh Ocean Dragon Ferry, dari Johor, Malaysia menuju Batam. Mereka berangkat pukul 15.30 waktu Johor dan tiba di Batam sekitar pukul 17.30 WIB.

Setibanya di rumah, Karina menyadari bahwa salah satu dari enam potong barang bawaannya tidak terbawa. Ia hanya menemukan lima barang.

Meski menganggap barang tertinggal adalah hal yang bisa terjadi, Karina tetap berupaya mengambil kembali miliknya. Ia menginstruksikan salah satu staf untuk kembali ke kantor Ocean Dragon Ferry di Harbour Bay, Batam, namun kantor sudah tutup. Staf Karina disarankan datang keesokan harinya.

Komunikasi dan Permintaan CCTV

Pada Rabu, 16 Juli 2025 pukul 07.22 WIB, staf Karina menghubungi pihak Ocean Dragon Ferry melalui WhatsApp untuk melaporkan barang yang tertinggal. Pihak manajemen menyatakan akan menanyakan kepada kru kapal dan mengabari kembali.

Namun pada pukul 09.38 WIB, Karina mendapat pesan bahwa hasil pemeriksaan kru menyebutkan tidak ditemukan barang tertinggal.

Staf Karina kemudian meminta akses untuk melihat rekaman CCTV kapal, yang disanggupi pihak Marine Hawk dengan janji akan mengecek kembali. Namun setelah ditanya kembali pada pukul 13.46 WIB, tidak ada tanggapan hingga Karina menyatakan akan datang langsung ke pelabuhan untuk melihat CCTV.

Mereka baru merespons dengan menanyakan posisi duduk Karina dan menyebut pengecekan membutuhkan waktu.

CCTV Rusak dan Somasi

Keesokan harinya, Kamis, 17 Juli 2025, Karina belum juga mendapat informasi. Barulah pada pukul 15.41 WIB, seseorang bernama Darno dari Marine Hawk mengabari bahwa CCTV kapal rusak akibat hard disk bermasalah.

Karina merasa tidak puas dengan jawaban itu dan mendatangi langsung kantor Ocean Dragon Ferry pada malam harinya pukul 19.00 WIB. Namun staf di sana menyarankannya untuk bertemu pengacara perusahaan keesokan paginya.

Akhirnya perwakilan manajemen, Tantimin, menemui Karina dan menyatakan akan melakukan investigasi. Namun Karina menyebut tindakan itu sia-sia karena fakta utama — CCTV rusak — sudah cukup menunjukkan kelemahan manajemen.

“Kalau CCTV kapal rusak, bagaimana bisa ada pengawasan? Bagaimana kalau terjadi pelanggaran atau kecelakaan? Siapa yang bertanggung jawab?” katanya.

Ia juga mempertanyakan bagaimana kapal ferry bisa tetap beroperasi di perairan Indonesia dalam kondisi CCTV rusak, tanpa pengawasan yang memadai.

Somasi dan Tuduhan Tak Berdasar

Karina merasa upaya meminta pertanggungjawaban sebagai penumpang justru dibalas dengan somasi oleh pengacara Ocean Dragon Ferry, Tantimin, SH dari PT Prima Tan Bahari.

“Saya malah disomasi tanggal 19 Juli lalu dengan tuduhan yang tidak benar,” katanya.

Ada lima poin somasi yang disebutnya tidak berdasar:

• Tidak Bisa Buktikan Kepemilikan Barang
Menurut Karina, tidak masuk akal jika seseorang harus memiliki bukti tertulis atas barang pribadi seperti sandal atau sepatu. Ia membeli sepatu Converse di Pavilion Kuala Lumpur dan menyimpannya dalam tas belanja resmi Converse, bukan tas bergambar macan seperti yang disebut manajemen.

• Dituduh Masuk Kantor Secara Paksa
Karina menyebut ia datang atas arahan pihak Ocean Dragon Ferry sendiri, dan tidak ada pemaksaan maupun membawa “orang tak dikenal”. Bahkan, suaminya pun ikut, yang memang tidak dikenal staf perusahaan.

• Dituduh Berteriak-Teriak
Ia menantang manajemen untuk membuka rekaman CCTV jika memang dirinya berteriak-teriak. Namun anehnya, manajemen justru menyatakan CCTV rusak.

• Penyerangan terhadap Profesi
Karina mengajukan klaim sebagai penumpang, bukan dalam kapasitas sebagai public speaker. Namun pihak manajemen justru mempertanyakan sertifikat pengalaman kerjanya. “Ini sudah merendahkan marwah saya,” katanya.

• Memviralkan Pengalaman Buruk
Karina menganggap ini bagian dari transparansi publik. “Kalau pengalaman seperti ini dianggap salah karena viral, apakah semua penumpang yang viralkan kejadian serupa juga harus disomasi?” sindirnya.

Karina menyatakan siap membawa masalah ini ke jalur hukum demi mendapat keadilan sepenumpang yang dirugikan.

.

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

By Dika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *