Wakejati Kepri, Sufari (istimewa)

Meutiaranews.co – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) membahas penghentian perkara pidana atau restoratif justice di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Asep Nana Mulyana. Kegiatan dilakukan secara daring yang dipimpin oleh Wakil Kepala Kejati Kepri, Sufari.

Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso mengatakan, Kejaksaan Negeri Bintan mengajukan satu perkara tindak pidana orang dan harta benda dengan tiga tersangka, yakni Fajar Agusti yang tersandung tindak pidana penadahan.

Selain itu ada juga Rangga Saputra alias Apek yang tersandung perkara pidana penadahan dan Silvi Tiara Putri yang juga tersandung pidana penadahan.

“Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum,” kata Denny Anteng Prakoso, Senin (24/6/2024).

Ia menjelaskan, pertimbangan hukum yang mendasari keputusan ini adalah proses perdamaian yang telah dilakukan antara tersangka dan korban.

Selain itu, para tersangka juga belum pernah dihukum sebelumnya, tindak pidana yang dilakukan baru pertama kali, serta ancaman pidana yang tidak lebih dari lima tahun.

Selain itu, kesepakatan perdamaian dilakukan tanpa syarat dengan kedua belah pihak yang saling memaafkan, para tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya, dan korban tidak ingin perkara dilanjutkan ke persidangan.

Pertimbangan sosiologis juga menjadi faktor, di mana masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

“Kejari Bintan segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ujarnya.

Denny menambahkan bahwa Kejati Kepri mengedepankan penyelesaian perkara tindak pidana dengan pendekatan keadilan restoratif, yang bertujuan untuk memulihkan keadaan semula dan menyeimbangkan kepentingan korban serta pelaku.

“Pendekatan ini tidak berorientasi pada pembalasan, melainkan pada penciptaan rasa keadilan di tengah masyarakat. Meski demikian, keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku untuk mengulangi perbuatannya,” tutupnya.

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *