Meutiaranews.co – Pakar ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyarankan, bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis pertalite hanya diperuntukkan bagi kendaraan sepeda motor dan angkutan umum. “Pertalite perlu pembatasan untuk menurunkan beban subsidi di APBN. Kriteria pembatasan dibuat sederhana dan operated di SPBU, tanpa MyPertamina,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/7/2022).
Aplikasi MyPertamina dipandang masih belum tepat untuk diterapkan di SPBU, mengingat infrastruktur digital masih belum memadami, serta faktor gagap teknologi. Skema pendistribusian bahan bakar minyak bersubsidi yang langsung menyasar subjek penerima akan mudah diterapkan saat proses pengisian di SPBU.
Skema ini juga dinilai mampu meredam peralihan konsumsi masyarakat dari BBM nonsubsidi ke BBM subsidi. “Premium dihapuskan, alasannya meski volume kecil dan distribusi hanya di luar Jamali (Jawa, Bali, dan Madura), tapi impor dan subsidi content cukup besar,” kata Fahmy.
Pertamina menyatakan pemulihan ekonomi pascapandemi melandai telah berdampak terhadap peningkatan mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan elpiji ikut naik. Apabila, tren ini terus berlanjut, konsumsi BBM subsidi akan melebihi kuota.
Pemerintah sedang melakukan revisi dari Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 terkhusus mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya harus menjaga kuota BBM subsidi agar tidak melebih kuota yang ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengkonsumsi 20 persen BBM. Tetapi, sekitar 60 persen ekonomi teratas justru mengkonsumsi 80 persen BBM subsidi.
Pertamina memastikan BBM subsidi dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai ketentuan, salah satunya melalui pendaftaran plat nomer kendaraan ke platform digital MyPertamina terhitung sejak 1 Juli 2022. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional