Meutiaranews.co – Pemerintah pusat berencana melakukan penghapusan honorer mulai November 2023. Kebijakan pemerintah pusat itu berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Berdasar UU itu, ASN terbagi menjadi dua, yakni pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) meminta sekitar 7.000 honorer mengikuti seleksi PPPK sebelum pemerintah pusat meniadakan status non-PNS di pemerintahan.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kepulauan Riau mengatakan keikutsertaan pegawai tidak tetap atau honorer dalam seleksi PPPK merupakan peluang satu-satunya agar dapat bertahan bekerja di pemerintahan.

“Pendataan honorer di Pemprov Kepri sudah dilakukan, dan diserahkan ke pusat. Selanjutnya, pemerintah pusat berencana membuka penerimaan PPPK Tahun 2023 atau sebelum kebijakan penghapusan status non-PNS diberlakukan,” katanya di Tanjungpinang, Sabtu (20/8).

Hasan menjelaskan bahwa Gubernur Kepri Ansar Ahmad sudah berulang kali melobi pemerintah pusat agar status honorer di Pemprov Kepri tidak dihapus secara menyeluruh, melainkan bertahap. Hal itu disebabkan seluruh honorer terutama di bidang pendidikan dan kesehatan dibutuhkan.

Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil lantaran kebijakan pemerintah pusat tersebut berdasarkan perintah UU ASN, yang di dalamnya menyatakan ASN terbagi dua, yakni PNS dan PPPK.

“Banyak kepala daerah yang melobi agar dapat mempertahankan honorer. Persoalannya, keputusan tersebut berdasarkan perintah undang-undang sehingga mulai November 2023 mulai dieksekusi,” ungkap dia.

Menurut Hasan, Pemprov Kepri masih berupaya agar pemerintah pusat tidak hanya menjadikan hasil seleksi ujian tertulis sebagai satu-satunya dasar dalam menentukan honorer tersebut lulus seleksi PPPK atau tidak.

Pemprov Kepri meminta pemerintah pusat agar mempertimbangkan honorer yang lebih dari 10 tahun mengabdi di pemerintahan.

“Ada banyak honorer yang mengabdi lebih dari 10 tahun sehingga mereka berpengalaman. Pengalaman mereka dalam bekerja itu dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan,” pungkas Hasan.

Sebelumnya, pengamat politik dan pemerintahan Endri Sanopaka berpendapat rencana pemerintah menghapus tenaga honorer sebaiknya ditangani secara bijak sehingga dapat meminimalkan dampak negatif seperti pengangguran.

Angka pengangguran yang meningkat potensial meningkatkan angka kemiskinan. Permasalahan itu akan berdampak lebih jauh dalam kehidupan masyarakat.

“Ada potensi negatif akibat kebijakan itu, baik secara politik, sosial, hukum maupun ekonomi sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan nasib tenaga honorer jauh sebelum kebijakan itu diberlakukan,” kata Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji itu. (es)

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

By Dika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *