Pulau

Pertahanan berbasis ekonomi adalah role model untuk menangkal ancaman. Negara tak boleh kalah melawan kartel yang mengincar pulau-pulau terluar.

Meutiaranews.co – Inskripsi itu terpahat di batu prasasti setinggi 2 meter lebih. Posisinya berada di bawah rerimbunan batang pohon, di mulut dermaga kayu dan samudera bebas. Tugu saksi bisu menyembulnya kembali Pulau Nipa yang nyaris tenggelam digerus air laut dan penambangan pasir illegal.

Dari titik koordinat 1° 9′ 13″ LU, 103° 39′ 11″ BT, reklamasi pulau etalase Indonesia di jalur pelayaran dunia itu ditancapkan. Syahdan, Nipa ditetapkan sebagai pulau terluar NKRI pada 20 Februari 2004.

“Yang teken Buk Mega (Megawati Soekarnoputri, Presiden RI kala itu),” kata Muhammad Reza, pemandu media ini, Rabu 8 Maret 2023, di Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Reza ikut meriung berjalan kaki mengelilingi pinggiran punggung pulau terluar Indonesia itu setelah berlayar satu jam lebih, 30 mil, dari dermaga Tanjung Riau, Batam. Tim menumpang speed boat bertenaga 30 knot dan bermesin 750 paardenkracht. Lalu, melintasi gugusan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau dan berselisihan kapal-kapal barang ukuran raksasa.

Di siang menyengat itu tubuh gempal Reza dibanjiri peluh, terpanggang sinar baskara yang hampir sejajar di atas kepala. Ini adalah perjalanan menuju dermaga kayu tugu Megawati, tempat sandar speed boat setelah menurunkan tim di dermaga depan Pos Lantamal. “Ombak kencang, kapal gak boleh sandar di depan, takut pecah terbentur dermaga beton,” Reza menjelaskan sambil terus berjalan.

Sesekali Reza menoleh ke kiri, ke arah kapal-kapal kargo danawa yang lempar jangkar di perairan internasional, di beranda pelabuhan Singapura. “Mereka antre bang. Dan kalau bongkar muat antarkapal di perairan kita, tugboat itu yang memandu,” cerita Reza sambil menunjuk dua tugboat parkir di perairan Indonesia.

Mengenakan topi pet putih, sepatu ket, blue jeans dan kaos dibungkus rompi cokelat, lelaki 38 tahun ini tampak enerjik. Ia berusaha menjelaskan fungsi batu pemecah ombak yang membentengi sekeliling pulau seluas 62 hektare itu.

Ribuan tumpukan batu cetakan berbentuk segi tiga, berdiameter dua kali lebih besar dari ban truk tronton, mencuri perhatian para pelintas. Batu-batu perisai terjangan air laut itu mengelilingi bibir pantai Pulau Nipa yang nyaris karam pada 2002. “Biar pulau gak abrasi,” katanya.

Di sisi kanan sepanjang perjalanan kaki, pulau yang dulunya tandus, kini menghijau ditanami pohon pinus dan aneka tumbuhan. Sebagian pepohonan liar tumbuh subur di air payau menutupi area terbatas markas Pos TNI AL, penjaga terdepan di Pulau Nipa. Tumbuhan hutan muda itu terus bergerak melambai digoyang angin dan sisa hempasan air laut yang merembes dari bawah jalan lintasan Reza dan tim.

Belasan menit kemudian, di ujung jalan, Reza dan tim membelok ke kanan. Ia menunjukkan kawat pembatas yang memisahkan antara zona militer dan area konsesi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Asinusa. Persis di depannya, tumpukan kontainer berjajar seperti batu domino.

Beberapa kotak kargo itu disusun bertingkat tiga, membentuk persegi. Bagian tengahnya dicat kuning mencolok, dipasangi pintu dan jendela yang sebagian kacanya disilang cat putih; tanda belum dipakai. Di bagian luar, dua belas unit mesin penggerak air conditioner ditempelkan ke dinding kontainer itu. Posisinya berbeda-beda, tidak di satu kontainer.

Menurut keterangan, kotak-kotak kargo pelat besi itu sempat digunakan untuk perkantoran dan sarana pendukung bisnis kepelabuhan. Tapi terhenti sebentar karena pegebluk Covid-19. Jika kelak difungsikan kembali, kehadiran container office ini akan ikut memanaskan “atmosfer” ekonomi di Pulau Angup, sebutan lain Pulau Nipa.

Kontainer-kontainer itu adalah properti milik PT Asinusa, pemegang konsesi 24 tahun yang menjalankan aktivitas ship to ship transfer di perairan dan aktivitas kepelabuhan lain di daratan Pulau Nipa. “Karena pandemi Covid-19, aktivitas kami hentikan sementara,” jelas Satrio Mursandhi yang akrab disapa Dimas, Direktur Utama PT Asinusa, di Jakarta, Kamis 16 Maret 2023.

Di pulau ini, Asinusa dikawani PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), pengendali BUP lain. Perusahaan pelat merah ini mendapat relaksasi menjalankan ativitas ship to ship (STS) transfer dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Balai Karimun, Kepri. “Konsesi kami sedang dalam proses,” kata Abrar, General Manager PT Pelindo Kepulauan Riau, di Batam, Senin 20 Maret 2023.

Posisi strategis Pulau Nipa telah lama menjadi intaian para broker kepelabuhan dan pelaku insider trading yang ingin mengail cuan demi mengenyangkan “perut” pribadi dan kelompok. “Mereka menyusup di tataran entitas legal. Biasanya melibatkan orang dalam. Makanya, gerakan mereka hampir tak terbaca, kecuali ada bocoran dari dalam juga,” cerita sumber media ini.

Contoh kasus teranyar terjadi pada awal Maret 2023. Abrar, bos Pelindo di Kepri, sempat dipanggil Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepri. Mitra kerja PT Pelindo di wilayah kerja KSOP Tanjung Balai Karimun diduga menyalahgunakan izin dalam pengoperasian kapal untuk jasa pandu, jasa marine, jasa peralatan dan jasa lainnya. “Ini diduga kuat juga melibatkan orang dalam Pelindo,” tambah sumber itu.

Tim Intelijen Kejati Kepri mengindikasikan kasus ini telah merugikan keuangan negara. Bahkan nama Abrar ikut terseret dalam pusaran kasus ini. Tapi, Abrar membantah tuduhan itu. “Ya, kita memang dipanggil, itu masalah izin-izin, sudah clear. PNPB semua kita jelaskan, kita bayarkan. Tidak ada masalah lagi,” kata Abrar dengan nada santai.

Tak cuma Abrar, General Manager PT Asinusa di Batam, Rizal, juga kena imbasnya. Ia ikut dipanggil memberi keterangan pembanding terkait dugaan penyalahgunaan izin pengoperasian kapal oleh mitra PT. Pelindo yang terindikasi merugikan keuangan negara. “Sudah selesai. Kita menjelaskan sesuai tugas pokok dan fungsi BUP di area konsesi kita saja,” kata Rizal di Batam, Senin 20 Maret 2023.

Jantung Pertahanan

Pulau Nipa, bagi NKRI, adalah salah satu jantung pertahanan pulau terluar di Kepulauan Riau. Reklamasi Pulau Nipa dan Singapura sempat mempengaruhi perjanjian batas wilayah laut Indonesia – Singapura di bagian barat selat Singapura pada 2009. Saat itu, di hadapan kedua negara, muncul masalah baru. Lebar laut tidak mampu lagi memenuhi kuota garis batas wilayah laut masing-masing negara sejauh 12 mil laut.

Reklamasi Pulau Nipa dilakukan untuk mengembalikan bentuk fisik pulau itu seperti semula – Pulau Nipa tahun 1973 – sehingga eksistensinya terjaga. Pada 1973, sebelum diberitakan tenggelam tahun 2002, Pulau Nipa merupakan acuan batas wilayah laut Indonesia – Singapura di bagian tengah selat Singapura.

Pengurukan Pulau Nipa merupakan pengaplikasian reassurance non military deeds dalam teori defensif realis sebagai sebuah kebijakan bersifat politis. Kebijakan ini dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk meyakinkan Singapura agar menghasilkan kesepakatan batas wilayah laut kedua negara di bagian barat selat Singapura tahun 2009.

Sebelumnya, Singapura cenderung menghindari perundingan batas wilayah yang tidak menguntungkan sehingga kesepakatan sulit dicapai. Itu dapat dilihat dari jeda waktu selama 36 tahun antara perjanjian batas wilayah laut kedua negara di bagian tengah selat Singapura tahun 1973 dan di bagian barat selat Singapura tahun 2009 (ADLN Perpustakaan Unair).

Bahkan setelah kesepakatan perjanjian tahun 1973, kedua negara tidak pernah bertemu membahas penyelesaian perjanjian lanjutan batas wilayah laut kedua negara yang belum terselesaikan hingga tahun 2005. Melihat kondisi ini, Indonesia mengambil kebijakan mereklamasi Pulau Nipa pada 2004, atau dua tahun setelah Pulau Nipa diberitakan akan tenggelam.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, memastikan reklamasi Pulau Nipa tidak menjadi masalah karena masih dalam kedaulatan NKRI. “Berarti Indonesia mengurangi laut teritorialnya sendiri, bukan berarti terjadinya penambahan laut teritorial Indonesia dan membatalkan perjanjian dengan Singapura,” jelas Hikmahanto, kepada media ini di Jakarta, Rabu 15 Maret 2023.

Hikmahanto menilai ditetapkannya Pulau Nipa sebagai role model pertahanan berbasis ekonomi menjadikan posisi pulau terluar (Pulau Nipa) semakin kokoh dan menandakan Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan pulau-pulaunya.

Apakah ada kemungkinan Pulau Nipa akan bernasib serupa dengan Pulau Sipadan dan Ligitan yang lepas dari NKRI? “Menurut saya tidak. Mengingat kita (Pemerintah Indonesia) sudah memiliki perjanjian batas laut dengan Singapura,” jelas Himahanto.

Ia menegaskan dengan pemerintah menghadirkan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) sebagai operator pengelolaan sumber daya ekonomi di wilayah laut pulau terluar (Pulau Nipa) akan semakin penguatkan posisi Indonesia di Selat Singapura.

Melihat letak geografi Pulau Nipa yang sangat strategis, selain kepentingan nasional RI, seperti apa kepentingan nasional Malaysia dan Singapura khususnya? “Setahu saya kalau Singapura membutuhkan pasir di Pulau Nipa. Kalau Malaysia saya tidak tahu,” kata Hikmahanto mengakhiri wawancaranya.

Ketidakjelasan wilayah terluar kedua negara ini, jauh sebelumnya, sempat memicu isu kedaulatan. Jika Indonesia dan Singapura tidak mampu menyelesaikan garis batas wilayah lautnya maka ini akan berbahaya.

“Wilayah kedaulatan yang tumpang tindih dapat menghasilkan konflik teritorial,” kata Istono, mantan pejabat senior di Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Batam (BP Batam).

Di sisi lain, jelas Istono yang 30 tahun lebih terlibat mengurusi Free Trade Zone (FTZ) Batam, reklamasi pantai oleh Singapura untuk menambah luas wilayah daratan terus berjalan sehingga menimbulkan ketidakjelasan wilayah asli Singapura.

Istono melihat saat itu posisi Singapura adalah pihak yang paling diuntungkan. “Wilayah daratan Singapura semakin maju. Sehingga, jika ditarik lurus dari garis pantai, batas daratannya sudah tidak sesuai lagi,” tegas Istono.

Dia mengkhawatirkan jika Pulau Nipa tenggelam akan membuat Indonesia berpotensi kehilangan wilayah laut dan udara. (Seperti ditetapkan dalam pasal 49 UNCLOS 1982 terkait status hukum perairan kepulauan, ruang udara di atas perairan kepulauan dan dasar laut serta tanah di bawahnya).

Istono mendukung sepenuhnya program pertahanan berbasis ekonomi di Pulau Nipa. Meski, dia tak menampik banyak broker dari Singapura yang berupaya agar konsesi Pulau Nipa tidak dikelola oleh dua pemegang BUP saat ini, yaitu Pelindo (di perairan) dan Asinusa (di pulau dan perairan). “Mereka (broker) tetap berkeinginan mengelola perairan kita. Pastilah ini bicara keuntungan yang lebih besar lagi,” tegas Istono kepada media ini, di Batam, Kepri, Kamis 8 Maret 2023.

Istono mendorong agar para pemegang konsesi di Pulau Nipa, yaitu PT Asinusa dan PT Pelindo, terus meningkatkan kapasitasnya untuk membangun dan memajukan pulau terluar itu. “Tak perlu takut, gangguan itu biasa. Yang penting rekrut tenaga lokal, lakukan pembinaan kepada masyarakat sekitar lewat CSR, serta tingkatkan pajak pemasukan daerah dan negara,” kata Istono menyemangati.

Kencangnya “serangan” para broker kepelabuhan dari Singapura dan dalam negeri untuk mengusik investasi di Pulau Nipa, mendapat perhatian khusus dari Musrin, seorang Praktisi Hukum di Kepulauan Riau (Kepri).

Dia mengajak semua pihak harus ikut mendukung penguatan pertahanan berbasis ekonomi di Pulau Nipa, Batam, Kepri. “Ini menyangkut nasionalisme dan benteng pertahanan di pulau-pulau terluar di Indonesia. Harus kita lawan bersama,” tegas Musrin, kepada media ini.

Melakukan diskusi terbatas dengan komunitas media di Batam, Jumat 9 Maret 2023, anggota Peradi ini mengaku prihatin jika masih ada pihak-pihak tertentu mencoba bermanuver politik dan bisnis di kawasan investasi-investasi vital di wilayah terluar Indonesia.

Sebab, kata dia, ekonomi dan pertahanan negara ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Keduanya bisa saling melengkapi bagi eksistensi suatu negara dalam persaingan di kancah internasional kelak. “Inilah mengapa kita ajak semua pihak harus mendukung agar pulau-pulau terluar kita kuat,” jelas Musrin.

Kepulauan Riau adalah provinsi yang berbatasan dengan negara Vietnam, Kamboja, Malaysia dan Singapura. Resistensi gangguan dari luar dan dalam cukup tinggi karena Kepri memiliki 2.408 pulau besar dan kecil. Kemudian, sekitar 96% wilayahnya adalah lautan. Daratannya cuma sekitar 4%.

Mengutip data sensus tahun 2020, penduduk Kepulauan Riau saat ini sekitar 2.064.564 jiwa, dengan kepadatan 252 jiwa/km2. Sekitar 58% penduduknya berada di kota Batam sebagai pusat pengusahaan kawasan Free Trade Zone (FTZ).

Posisi strategis geografis Kepri, dalam perspektif penguatan pertahanan berbasis ekonomi membuat banyak pihak tergiur melakukan persaingan bisnis tak sehat. “Tapi investor tidak perlu takut sepanjang kehadiran mereka melibatkan tenaga kerja lokal, meningkatkan fiskal dan mengucurkan dana CSR nya ke warga sekitar,” katanya.

Menurut Musrin, untuk memaksimalkan potensi jasa kepelabuhanan di perairan Pulau Nipa dan pertahanan berbasis ekonomi di pulau seluas 62 hektare itu, dukungan serta peran aktif pemerintah dan swasta sangat diperlukan. “Agar Indonesia bisa lebih kompetitif dan memiliki daya saing di dunia internasional,” tutup Musrin.

Wilayah Konsesi

Pulau Nipa dan sebagian perairannya (4.000 hektare lebih) adalah masuk dalam wilayah konsesi PT Asinusa Putra Sekawan. Sedangkan BUP PT Pelindo menguasai 5.000 hektare lebih di wilayah perairan, tidak di daratan Pulau Nipa.

Pemberian konsesi kepada BUP PT Asinusa Putra Sekawan di darat dan di perairan Pulau Nipa, menurut Pelaksana Tugas Direktur Kepelabuhan Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan RI, Mahsyud, dilaksanakan mengacu kepada ketentuan Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 50 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.

Pengurusan wilayah tertentu di perairan yang berfungsi sebagai pelabuhan atau dikenal dalam percakapan yaitu STS (Ship to Ship) transfer dikelola KSOP Tanjung Balai Karimun bekerja sama dengan Asinusa sejak 2012. “Kemudian disesuaikan melalui konsesi,” jelas Mahsyud kepada media ini, lewat zoom metting, Kamis 16 Maret 2023.

Konsesi itu sendiri, kata Mahsyud, dilaksanakan secara prosedur dan proper, sesuai ketentuan perundang-undangan, dengan aspek utama yaitu telah memenuhi kajian kelayakan pengurusan wilayah tertentu yang berfungsi sebagai pelabuhan. “Sudah melalui proses audit BPKP atau review perhitungan jangka waktu konsesi,” jelas Mahsyud.

Pemberian konsesi ini merupakan salah satu bentuk dukungan dan eksistensi sektor transportasi di bawah kewenangan Kemenhub di perairan Pulau Nipa. Dijalankan secara sinergi dengan rencana besar pemerintah untuk pengembangan Pulau Nipa sebagai kawasan pertahanan berbasis ekonomi. “Pemberian konsesi kepada PT Asinusa melalui proses yang melibatkan lintas instansi,” ungkap Mahsyud.

Konsesi itu memberi ruang kepada BUP untuk memastikan bahwa seluruh proses bisnis dan layanan dapat diberikan secara optimal. “Tentunya sejalan dengan aspek penguatan regulasi yang menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan,”.

Kemenhub juga mendorong kegiatan konsesi di Pulau Nipa melalui digitalisasi layanan, pelaporan maupun perizinan, termasuk pengawasan. Ini akan menjadi pelindung yang kuat untuk meminimalkan penyimpangan yang terjadi di lapangan. “Kemenhub akan memberikan penguatan dari sisi aturan, karena itu yang bisa kami lakukan,” janji Mahsyud.

Penguatan itu dilakukan secara komprehensif sejak perencanaan, pembangunan atau pengembangan maupun dioperasionalnya. Ini akan menjadi rencana pemerintah pusat yang akan dikolaborasikan dengan para pemangku kepentingan terkait. “Semua konsep pertahanan berbasis ekonomi tersebut dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan seluruh potensi wilayah Pulau Nipa,” katanya.

Bagaimana dengan tarif? Menurut Mahsyud, soal tarif menjadi hal yang sangat urgent dan sangat menentukan sebagai dukungan terhadap badan usaha pelabuhan untuk meningkatkan wilayah Pulau Nipa. “Kami bersama Kementerian Keuangan sudah memberikan penguatan dengan pemberlakuan tarif khusus di Pulau Nipa, jadi ada perbedaan dengan lokasi lain,” katanya.

BUP Diberi Keleluasaan

Mahsyud menjamin BUP yang mengelola STS di Pulau Nipa saat ini akan diberi keleluasaan menetapkan tarif. Tapi, dari sisi bisnis, tarif harus lebih kompetitif dan fleksibel sesuai kebutuhan di lapangan. “Tetap harus sesuai koridor hukum dan ketentuan yang berlaku,” tegas Mahsyud.

Dia juga menyinggung soal infrastruktur layanan publik di kawasan itu, utamanya aspek transportasi. Menurut Mahsyud, pemenuhan kebutuhan layanan tranportasi di kawasan itu harus berorientasi pada keterjangkauan aksesibilitas, keandalan, dan optimalisasi teknologi informasi. Jadi, digitalisasi, IT, dan lain sebagainya menjadi hal yang diutamakan serta keterbukaan penyediaan layanan transportasi dimaksud.

Mahsyud optimis kehadiran operator Asinusa di Pulau Nipa akan memberi manfaat besar dalam konteks ekonomi maupun pertahanan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat terwujud seperti yang sudah pernah dilakukan selama ini.

Pastinya, kemanfaatan itu lebih utama bagi daerah, baik pembedayaan SDM maupun yang lainnya. “Aktivitas kepelabuhanan ini dibutuhkan modal yang sangat besar. Makanya kami tidak asal-asalan memilih mitra kerja sama di dalam kepelabuhanan di perairan, itu untuk jangka pendek,” sebut Mahsyud.

Sedangkan untuk jangka panjang, konsesi BUP di Pulau Nipa akan menjadi highlight bahwa ke depannya, “Kami ingin, terutama di daerah perbatasan yang head to head dengan Singapura secara perlahan namun pasti, juga punya pangsar semakin lama semakin menguat, kira kira seperti itu,” ungkap Mahsyud di ujung wawancara via zoom metting.

Pemahaman Posisi Pulau Nipa

Pulau Nipa yang dihuni para penjaga kedaulatan NKRI dari Pangkalan Utama TNI AL dan pekerja BUP PT Asinusa sebagai pemegang konsesi di pulau itu (darat dan perairan), pengelolaan bisnis pulau itu langsung ditangani Pemerintah Pusat. Pemasukannya dikumpulkan lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), lalu disalurkan ke daerah lewat Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

DAU adalah block grant yang diberikan Pemerintah Pusat kepada semua kabupaten dan kota. Sedangkan DAK adalah alokasi dari APBN kepada provinsi, kabupaten, kota tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai prioritas nasional. DAK termasuk di dalam Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum (DAU).

Anggota DPRD Kepri, Sirajuddin Nur, mengajak semua pihak (stakeholder) mendukung posisi Pulau Nipa sebagai etalase Indonesia di perairan internasional agar pertahanan Indonesia kuat.

Kehadiran negara melalui Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau, menjadi faktor penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi regional melalui pembangunan infrastruktur transportasi.

Tapi, semua itu masih tergantung pada kinerja dan strategi pengembangan yang dilakukan dua pemegang konsesi BUP di pulau itu, yaitu PT Pelindo (negara) dan PT Asinusa (swasta). “Kedua Perusahaan tersebut memiliki peran penting dalam menunjang aktivitas perdagangan dan investasi,” kata Sirajuddin, menjawab pertanyaan tertulis media ini soal pentingnya posisi ekonomi, politik, dan pertahanan pulau-pulau terluar, termasuk Pulau Nipa, Sabtu 19 Maret 2023.

Dia menyebutkan dengan adanya pelabuhan yang efisien dan modern, semakin memungkinkan produk-produk dari daerah-daerah sekitar dapat diekspor dan impor lebih cepat. “Biaya logistik menjadi lebih murah sehingga dapat meningkatkan daya saing daerah,” katanya.

Namun, lanjut Sirajuddin, penting untuk dicatat bahwa pembangunan infrastruktur transportasi bukanlah satu-satunya faktor pendorong pertumbuhan ekonomi regional. Kebijakan ekonomi dan regulasi juga sangat berpengaruh dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memperkuat sektor riil. Karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, BUMN, dan swasta untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi regional yang berkelanjutan.

Pedekatan yang dilakukan pemerintah melalui Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), menurut Sirajuddin, juga dapat menjadi salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan dalam mendukung pembangunan infrastruktur di kawasan BUP Pulau Nipa. “Tapi perlu dilakukan studi kelayakan dulu apakah metode ini memang cocok dan layak untuk diterapkan di kawasan tersebut,” jelas Sirajuddin.

Pakar Hukum Tata Negara Dodi Haryono menjelaskan pada prinsipnya Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah merupakan satu kesatuan pemerintahan yang bersifat hirarkis. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 bahwa NKRI dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. (Selengkapnya baca: Dodi Haryono: Tinggalkan Pendekatan Ego Sektoral dalam Mengelola Pulau Nipa).

Sementara Pakar Hukum Ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Profesor Wihana, meyakinkan bahwa kehadiran pihak swasta berinvestasi di Pulau Nipa, yaitu PT. Asinusa, dipastikan memberikan sejumlah manfaat.

Manfaat tersebut meliputi penciptaan lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja lokal, memberikan pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) ke pemerintah, dan memperbaiki neraca pembayaran melalui layanan kepelabuhanan pada kapal-kapal asing.

“Selain itu dapat menarik sektor-sektor hulu termasuk supplier air bersih atau air tawar, supplier makanan dan minuman, bahan-bahan pangan, dan logistik lainnya,” kata Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi, kepada media ini di Jakarta, Kamis 16 Maret 2023.

Kehadiran ‘negara’ atau ‘Pusat’ di Pulau Nipa, menurut Wihana, adalah melalui kementerian-kementerian, seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Pertahanan/Keamanan, khususnya TNI-AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan (termasuk KSOP Tanjung Balai Karimun), Kementerian PUPR (untuk pengembangan desain dan konstruksi inrastruktur), pihak swasta (PT Asinusa) dan BUMN (Pelindo).

Instansi-instansi Pusat ini harus besinergi dengan pemerintah Provinsi Kepri dan Kota Batam. (Selengkapnya baca: Prof. Wihana: Pulau Nipa dan Paradigma ‘Membangun dari Pinggiran’).

Pulau Nipa adalah magnet pergumulan bisnis di perairan internasional yang mempertalikan kepentingan tiga negara yaitu Indonesia (Kepri)-Singapura-dan Malaysia. Hampir “terhapus” dari peta Indonesia, Pulau Nipa kini berubah menjadi rekahan baru ekonomi Indonesia di ujung Kepulauan Riau.

Banyak pihak menaruh harapan besar ingin “melempar jangkar” kapal bisnisnya di pulau ini. Tak peduli apakah dengan cara legal atau bergaya persekutuan illegal yang menyusup lewat entitas legal. Segala kemungkinan bisa saja terjadi di pulau itu.

Gerendel terpenting; harus ada jaminan investasi dan “agregasi” regulasi yang kekar di Pulau Nipa agar para penjaga Kedaulatan Pertahanan Berbasis Ekonomi di dalamnya ada Lantamal, Pelindo, BP Batam/Pemprov Kepri (negara) dan Asinusa (swasta) tak dibiarkan saling berpurbasangka mengurus pulau yang legendaris itu.***

#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional

By Dika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *