Meutiaranews.co – Retaknya sebuah hubungan rumah tangga disebabkan berbagai faktor. Dimulai tidak ada keharmonisan sampai persoalan himpitan ekonomi.
Di Batam, kasus perceraian sejak 10 bukan di tahun 2021 ini masih terbilang tinggi. Tercatat, sejak Januari-Oktober 2021 sudah ada 1.716 kasus perceraian masuk ke Pengadilan Agama (PA) Kota Batam.
Kasus perceraian ini masih didominasi oleh gugatan pihak istri atau dikenal dengan cerai gugat.
Wakil Kepala Pengadilan Agama Batam, Syarkasyi, mengatakan, kasus perceraian yang masuk sampai 21 Oktober 2021 sebanyak 1.557 kasus, di antaranya sudah diputus atau diterbitkan akta perceraiannya oleh Pengadilan Agama.
“Kasus yang masuk 1.716, sedangkan yang sudah diputus sebanyak 1.557 perkara,” kata Syarkasyi di kantornya, Minggu, 24 Oktober 2021.
Menurutnya, tingkat perceraian di Batam meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berdasarkan data yang dimiliki Pengadilan Agama Batam.
“Rata-rata peningkatan angka perceraian itu 5 sampai 10 persen tiap tahun,” tururnya.
Berdasarkan data, pada 2017, angka perceraian di Batam mencapai 2.243 kasus. Angka ini naik jadi 2.456 kasus perceraian di tahun 2018 lalu. Sementara di tahun 2019, angka perceraian mencapai 2.213 kasus, lalu tahun 2020 kasusnya mencapai 2.126 perkara.
Ia merinci, sepanjang bulan Januari 2021 saja, kasus yang diputus sebanyak 93 perkara. Terdiri dari 29 cerai talak dan 64 kasus cerai gugat. Sementara, Februari 2021 ada 133 kasus diputus PA Batam, terdiri dari 53 cerai talak dan 80 lain cerai gugat.
Sedangkan pada bulan Maret 2021, ada 205 kasus yang diputus PA Batam, terdiri dari 142 cerai gugat dan 63 kasus cerai talak.
Lalu, pada April 2021 tercatat ada 142 kasus yang diputus, terdiri dari 103 cerai gugat dan 39 kasus di antaranya adalah cerai talak.
Sementara pada bulan Mei 2021, ada 129 kasus yang diputus PA Batam. Terdiri dari 93 cerai gugat dan 36 lainnya cerai talak.
Sedangkan untuk bulan Juni 2021, ada 155 kasus, terdiri dari 115 cerai gugat dan 40 kasus cerai talak.
Selanjutnya pada bulan Juli 2021 ada 155 kasus yang diputus, terdiri dari 108 cerai gugat dan 47 lain cerai talak.
Sementara itu, pada bulan Agustus 2021 ada 186 kasus yang diputus. Terdiri dari 126 kasus cerai gugat dan 55 lainnya cerai talak.
Lalu, September 2021, Ada 195 kasus terdiri dari 45 cerai talak dan 150 cerai gugat. Dan Oktober 2021, terdapat 124 kasus terdiri dari 38 kasus cerai talak dan 86 cerai gugat.
Ia menambahkan, jika diuraikan, gugatan dari pihak istri atau cerai gugat masih mendominasi kasus yang masuk awal tahun 2021 ini.
Sementara cerai talak atau dari pihak suami tetap ada, namun jumlahnya setengah dari kasus gugat.
Syarkasyi menyebutkan, cerai gugat dipicu beberapa faktor. Paling banyak masalah nafkah, perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Sementara sisanya faktor ekonomi.
”Cerai gugat paling banyak itu karena suami tak memberi nafkah istri,” ujarnya.
Selain itu, faktor lainnya yang memicu perceraian, ada dari faktor poligami, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan faktor perselingkuhan atau zina.
Sementara itu untuk cerai talak yang paling mendominasi karena perselisihan sehingga menyebabkan pertengkaran terus menerus.
“Ada juga istri meninggalkan tempat tinggal dalam waktu yang lama, perselingkuhan atau hadirnya orang ketiga dan sebagainya,” jelasnya.
Usia yang paling banyak melakukan perceraian adalah usia muda yakni 25 tahun hingga 40 tahun. Usia tersebut sangat rentan mengingat ego kedua pasangan masih sangat tinggi.
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional