Meutiaranews.co – Pemerintah memastikan, pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% mulai berlaku pada 1 April mendatang.
Adapun barang yang dekat dengan masyarakat dan dipastikan naik dan dikenakan PPN 11%, di antaranya adalah baju atau pakaian, sabun, tas, sepatu, pulsa, rumah, motor dan barang lainnya yang dikenakan PPN.
Selain itu barang yang tidak dikenai PPN, di antaranya makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak.
Hal tersebut di atas termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Barang lain yang juga bebas dari PPN 11% yakni uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Ketentuan PPN menjadi 11% mulai 1 April 2022 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Di tengah ekonomi masih lesu akibat pandemi Covid-19, tak ayal mendapat penolakan dari banyak kalangan. Karena di masa pemulihan ekonomi saat ini, seharusnya pemerintah mendorong daya beli masyarakat. Kenaikan PPN menjadi 11 persen dikhawatir semakin menahan masyarakat melakukan konsumsi.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan tidak akan ada penundaan PPN. Sebab, uang pajak butuh untuk membantu masyarakat terutama dalam pandemi Covid-19 seperti memberikan berbagai bantuan sosial (bansos).
“Karena kita menggunakannya untuk kembali ke masyarakat. Pondasi tetap harus kita disiapkan. Karena kalau enggak, kita akan kehilangan opportunity,” ujarnya dalam CNBC Economic Outlook, Selasa (22/3/2022).
Menurutnya, pemerintah masih memiliki ruang untuk menaikkan PPN. Sebab, rata-rata PPN di dunia sebesar 15 persen dan Indonesia baru 10 persen saja sehingga diputus menaikkan tarif PPN jadi 11 persen.
Oleh karenanya, walaupun banyak pihak yang merasa saat ini bukan waktu yang tepat namun menurutnya harus dilakukan saat ini. Pasalnya, perekonomian sudah mulai pulih dan APBN yang sebelumnya sudah bekerja begitu keras harus kembali disehatkan.
“Nah PPN kita melihat spacenya masih ada. Jadi kita naikkan hanya 1%. Namun kita paham, sekarang fokus kita pemulihan ekonomi. Namun pondasi untuk pajak yang kuat harus mulai dibangun,” tuturnya.
Bendahara negara menjelaskan kenaikan PPN tidak bisa hanya dilihat dalam jangka pendek. Sebab, ini dilakukan guna membangun Indonesia makin kuat ke depan.
Dengan demikian, maka ia menekankan bahwa kenaikan PPN bukan untuk makin menyusahkan masyarakat. Namun untuk membangun masa depan yang akan dinikmati oleh masyarakat juga.
“Jadi jangan bilang saya nggak perlu jalan tol, saya nggak makan jalan tol dan lain-lain, tapi banyak sekali instrumen pajak masuk ke masyarakat.”
“Anda pakai listrik, LPG, naik motor dan ojek itu ada elemen subsidi. Oleh karena itu, elemen pajak yang kuat untuk menjaga rakyat sendiri, bukan untuk menyusahkan rakyat,” jelas Sri Mulyani. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional