Meutiaranews.co – Maulid Nabi merupakan hari perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal. Namun, dalam peringatan Maulid Nabi ini ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, ada yang membolehkannya dan ada beberapa yang menghukuminya bid’ah.
Terlepas dari pembahasan hukum merayakan Maulid Nabi itu, bagaimana sejarah perayaan Maulid Nabi SAW ? Dan siapa yang merayakannya pertama kali? Jawabannya dapat ditemukan dalam kitab yang dikarang seorang ulama kelahiran Mesir, Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Imam as-Suyuthi lahir di Kairo pada 1 Rajab 849 Hijriah atau 3 Oktober 1445 Masehi.
Dalam kitabnya yang berjudul Husnul Muqshid Fi Amalil Maulid, Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah Raja Irbil, yaitu Raja al-Mudzaffar Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Biktikin (549-630 H). Dial ah yang memakmurkan Masjid Jami’ al-Mudzaffari di Safah Qasiyun.
Ia adalah seorang raja yang agung, besar dan mulia. Menurut as-Suyuthi, Raja al-Mudzaffar itu juga memiliki riwayat hidup yang baik. Dalam kitab Tarikh-nya, Ibnu Katsir juga berkata bahwa Raja al-Mudzaffar mengadakan Maulid Nabi di bulan Rabi’ul Awal dan melakukan perayaan yang besar.
Menurut Ibnu Katsir, Raja al-Mudzaffar merupakan sosok yang berhati bersih, pemberani, tangguh, cerdas akalnya, pandai dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya. Ibnu Katsir berkata,
“Syekh Abu Khattab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab tentang Maulid Nabi dan diperuntukkan bagi Raja al-Mudzaffar yang ia beri nama at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir. Lalu Raja al-Mudzaffar membalasnya dengan memberi hadiah sebesar 1.000 dinar atas karyanya itu. Ia diberi usia panjang dalam kekuasaannya hingga ia meninggal saat mengepung kota Prancis tahun 630 H. Ia terpuji sejarahnya dan perangainya.”
Sementara itu, cucu Ibnu al-Jauzi menjelaskan dalam Mi’raj az-Zaman bahwa sebagian orang yang hadir dalam jamuan perayaan Maulid Nabi oleh Raja al-Mudzaffar menceritakan bahwa beliau menyiapkan hidangan hingga 5.000 kepala kambing yang digoreng, 10.000 ayam, 100 kuda, 100.000 burung zabadiyah, dan 30.000 bejana besar yang berisi manisan.
“Orang-orang yang hadir dalam acara Maulid Nabi tersebut adalah para ulama besar dan ulama sufi. Ia bergabung dan bercengkrama dengan mereka. Raja al-Mudzaffar menyediakan jamuan untuk para ulama sufi mulai Dzuhur sampai Subuh. Ia menari bersama mereka,” jelas cucu Ibnu al-Jauzi dikutip dari buku terjemahan berjudul Tujuan Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW terbitan Pustaka al-Muqsith.
Dia menambahkan, Raja al-Mudzaffar menghabiskan biaya dalam perayaan Maulid Nabi setiap tahunnya sebesar 100 ribu dinar. Ia memiliki rumah khusus tamu, yang disediakan bagi para tamu dari seluruh penjuru dan kalangan.
Di “rumah tamu” tersebut, ia menghabiskan seribu dinar setiap tahunnya yang diperuntukkan bagi para tamu.
Raja al-Mudzaffar juga memerdekakan budak dari Prancis setiap tahunnya dengan 200 ribu dinar.
Ia juga mengalokasikan dana untuk kota Makkah dan Madinah serta talang Ka’bah (mizab) setiap tahunnya sebesar 30 ribu dinar.
“Ini semua belum termasuk sedekah yang dilakukannya secara sembunyi-sembunyi (yang tidak diketahui),” ungkap cucu Ibnu al-Jauzi. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional