Meutiaranews.co – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat sebanyak 25 bahasa daerah di Indonesia terancam punah.
Sebanyak 25 bahasa daerah itu terancam punah karena semua penuturnya berusia 20 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Generasi tua pun sudah tidak berbicara bahasa daerah itu kepada anak-anak atau hanya berbicara dengan usia sebayanya.
Adapun bahasa daerah yang terancam punah antara lain bahasa Hulung, Bobat, Samasuru yang berasal dari Maluku.
Kemudian bahasa Mander, Namia, Usku, Dubu, Irarutu, Podena, Makiew, Bku, Mansim Borai yang berasal dari Papua, dan bahasa Ponosokan serta Sangihe Talaud dari Sulawesi Utara.
Lalu bahasa Konjo dari Sulawesi Selatan, bahasa Bajau Tungkai Satu dari Jambi, bahasa Lematang dari Sumatera Selatan, bahasa Minahasa dan bahasa Gorontalo Dialeg Suwawa yang berasal dari Gorontalo.
Selain itu, bahasa Nedebang dan bahasa Adang dari Nusa Tenggara Timur (NTT), bahasa Benggaulu dari Sulawesi Barat, bahasa Arguni dan Kalabra dari Papua Barat.
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, Abdul Khak mengatakan pihaknya berupaya mencegah punahnya bahasa daerah itu dengan meluncurkan program Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah”.
Dalam program ini, kata Khak, dilakukan upaya memperkenalkan bahasa daerah dari generasi tua ke generasi muda, terutama usia SD dan SMP.
“Di sini para maestro, seniman, tokoh yang menguasai bahasa daerah, nyanyian daerah, berpidato, mendongeng, dan seni lain yang menggunakan bahasa daerah mengajarkan kepada para guru untuk selanjutnya diajarkan ke siswa,” kata Khak, Rabu (29/6/2022) dikuti dari CNNIndonesia.com.
Di akhir program Revitalisasi Bahasa Daerah akan diramaikan dengan Festival Tunas Bahasa Ibu secara berjenjang.
“Festival ini menjadi evaluasi, sekaligus selebrasi bagi para pemenang,” ujarnya. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional