Meutiaranews.co – Ahmad Yuda Siregar tersangka kasus pembunuhan di Batuaji memberikan pengakuan yang mengejutkan.
Yuda mengaku dibalik motif pembunuhan sang istri, Yuda merasa dibohongi dan dipermainkan oleh korban, pasalnya sebelum menikah dengan korban, Yuda sudah banyak berkorban dan mengeluarkan uang untuk membantu korban, berawal Yuda ingin membuka perkebunan lahan sawit akan tetapi korban melarangnya, dan korban menjanjikan kepada Yuda akan dicalonkan sebagai bupati.
Yuda mengakui dan memohon maaf yang sebesar-besarnya atas perbuatan menghilangkan nyawa istrinya, Tetty Rumondang Harahap (mantan Kepala Rumah Sakit Padang Sidempuan, Sumut). Motif pelaku karena cemburu dan sakit hati, bukan karena ingin menguasai harta istrinya.
Diceritakan, awal mula Yuda cekcok mulut dengan korban pada tanggal 1 November 2023 adalah karena pada saat pelaku pulang ke rumahnya. Pelaku berpapasan dengan seorang laki-laki di rumah tersebut. Saat ditanyakan kepada korban siapa laki-laki tersebut, korban menyebut rekanan.
Pelaku merasa korban ada hubungan dengan lelaki tersebut. Pelaku merasa kurang puas terhadap jawaban korban sehingga terus mencecar korban dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pertengkaran suami istri pada umumnya.
Baca juga: Rekontruksi Pembunuhan Mantan Dirut RSUD Padang Sidempuan di Batam Peragakan 19 Adegan Sadis
“Jadi malam itu aku curiga. Saat ku tanya siapa pria itu, jawabnya (korban) rekan dari Medan. Tapi saat aku papasan aku menanyakan apa keperluannya di rumah ku, logatnya tidak mirip orang Medan,” kata Yuda, dikutip dari keteranganya dalam rekaman video yang diterima tim redaksi belum lama ini.
Dari percekcokan tersebut, korban pun menyebutkan tidak akan mendukung lagi pelaku untuk maju sebagi bakal calon bupati di daerah asalnya, Tapanuli Selatan. Yang awalnya ide untuk mencalonkan pelaku untuk maju sebagai calon Bupati adalah korban sendiri. Dukungan dimaksud adalah sumber pendanaan dana sebesar Rp50 milliar yang telah disepakati oleh pelaku dan korban dengan menjaminkan surat-surat tanah milik korban dan pelaku kepada rekan bisnis pelaku. Karena perkataan korban tersebut, pelaku merasa sangat kesal dan sakit hati karena mengingat semua usaha menyangkut pencalonan Bupati, yang pelaku akan malu sekali dihadapan teman-teman serta rekanan dan pengorbanan pelaku kepada korban yang tidak sedikit, selanjutnya pelaku spontan melakukan pemukulan terhadap korban.
Dana sebesar Rp50 milliar itu bukan uang tunai atau cash milik korban yang siap pakai. Dana tersebut rencananya berasal dari seorang pendana yang berada di Jakarta (sebut saja Mr X ), dan Mr X ini adalah teman bisnis pelaku jauh sebelum kenal dengan korban.
Total rencana pinjaman kepada Mr X sebesar Rp70 Milliar dengan cara menggadaikan surat-surat tanah milik korban dan pelaku secara bersama-sama. Kesepakatan awal suami istri yang baru menikah pada maret 2022 ( 1 tahun 9 bulan) membina rumah tatangga adalah, Rp20 miliar diberikan kepada korban, sisanya Rp40 miliar untuk pelaku yang rencananya akan digunakan untuk maju sebagai kepala daerah dan Rp10 milliar nya digunakan untuk berbisnis seperti rencana awal pelaku dan korban untuk membuka lahan dan menanam bibit sawit.
“Selama kami menikah, tidak pernah pula aku manfaatkan istriku. Yang ada selama ini aku yang memberinya uang, termasuk kepada anaknya (inisial H). Jadi, tidak benar aku mau menguasai harta istri ku,” tuturnya.
Di awal pertemuan antara pelaku dan korban sekitar tahun 2021, pelaku datang ke hadapan korban membawa uang tunai sebanyak Rp2,5 miliar. dana tersebut akan digunakan untuk membantu korban mengurus lahan tambang milik korban.
Kemudian, atas permintaan korban, pelaku memberikan uang sebanyak Rp1 milliar secara tunai kepada korban untuk keperluan pribadi korban dan beberapa hari kemudian korban mengajak pelaku ke salah satu kantor notaris.
Di kantor notaris itu, terjadi penandatangan yang dilakukan oleh anak korban (H) untuk pengoperan lahan seluas 102 ha (dengan Nomor akta 46, 47 dan 48 yang semuanya tertanggal 13 Desember 2021 yang dikeluarkan oleh Notaris Mardan, S.H, Spn di Mandailing Natal)
Dengan nilai total transaksi merujuk kepada akta tersebut kurang lebih Rp320 juta. Akan tetapi, pelaku merasa aneh karena proses pengalihan/pengoperan lahan tersebut tidak melibatkan perangkat desa dan perangkat kecamatan.
Saat ditanyakan oleh pelaku kepada korban, korban menjawab “aman, udah diatur semua”. Selanjutnya, pada saat pelaku, korban dan anak korban pergi ke lokasi lahan dimaksud, pihak kepala desa menolak mengakui transaksi tersebut dan mengusir mereka bertiga.
Pelaku sudah merasa curiga pada saat itu. Pelaku sudah merasa ada yang tidak beres, namun tetap berbaik sangka terhadap korban.
Pernah juga pelaku membantu korban untuk melaporkan seseorang oknum ke pihak kepolisian, terkait akreditasi yayasan milik korban. Yang mana awalnya korban meminta bantuan seseorang untuk mengurus, dan telah menyetorkan uang senilai Rp1 milliar kepada orang tersebut. Namun dalam perjalanan tidak kunjung selesai.
Selanjutnya korban melaporkan orang tersebut ke pihak kepolisian, namun tidak berhasil. Dan akhirnya pelaku membantu korban untuk membuat laporan, dan laporan tersebut naik ke tingkat penyidikan. Dan akhirnya terjadi perdamaian, uang korban dikembalikan utuh oleh orang tersebut.
Dan untuk pernikahan, pelaku memberikan sebuah mobil Fortuner dan uang tunai Rp10 juta kepada korban sebagai mahar. Rumah di Genta yang dihuninya bersama istri ( korban ), dibeli pelaku menggunakan uang pribadinya selama masa pernikahan dengan korban. Bahkan mobil Alphard juga dibeli menggunakan uang pribadinya. (es)
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional