Meutiaranews.co – Dalam upaya meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah dan pemangku kepentingan perlu memastikan bahwa penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi, dilakukan secara transparan dan berbasis bukti. Potensi kriminalisasi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry menimbulkan kekhawatiran bagi investor lokal dan internasional.
“Permasalahannya adalah ketika ASDP sudah mengikuti prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang ketat dan transparan, tetapi masih dituduh koruptif, hal ini menunjukkan ketidak konsistenan dalam penerapan peraturan dan standarisasi. Ini menjadi hambatan bagi investor untuk masuk ke Indonesia,” kata Dr. Fithra Faisal Hastiadi, ekonom dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), dalam diskusi terbatas di Universitas Indonesia pada Kamis, 12 September 2024.
Dr. Fithra menambahkan, akuisisi perusahaan swasta JN untuk memperkuat valuasi BUMN ASDP saat IPO adalah langkah strategis. Jika tujuan bisnisnya adalah mendapatkan pendanaan dari pasar melalui IPO, maka langkah ini sudah sepatutnya dilakukan.
“Perlu diperhatikan bahwa BUMN melakukan akuisisi JN melalui proses due diligence yang ketat dan melibatkan lembaga internasional serta memperoleh persetujuan dari pemegang saham dan Menteri BUMN. Hal ini sesuai dengan prinsip transparansi dan governance saat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Proses tersebut sesuai standar, sehingga harus transparan. Jika tidak sesuai, pasti akan tertolak di BEI,” tegas Dr. Fithra.
Investor Membutuhkan Transparansi dan Konsistensi
Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menginformasikan bahwa akuisisi 100% saham JN oleh ASDP pada 22 Februari 2022 adalah legal dan tidak menunjukkan indikasi suap, KPK kini tengah menginvestigasi dugaan korupsi terkait “kerugian negara”. Penyelidikan ini melibatkan tiga direktur ASDP, termasuk Direktur Utama Ira Puspadewi, serta mantan pemilik JN yang telah ditetapkan sebagai tersangka, menyebabkan ketegangan di sektor transportasi laut Indonesia.
KPK dianggap tidak sah dalam menetapkan tersangka dan telah digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir Agustus 2024. KPK belum menghadiri sidang gugatan praperadilan tersebut. Belum ada penjelasan rinci mengenai dasar perhitungan KPK dalam menyebutkan kerugian negara, terutama mengingat bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memvalidasi investasi ASDP.
“Sebenarnya yang dibutuhkan investor adalah transparansi dan konsistensi. Jika ada tuduhan korupsi, harus ada dokumen yang jelas dan bisa dijadikan referensi. Semakin tidak transparan, maka menjadi hambatan bagi para investor untuk masuk ke Indonesia karena hal ini akan memberikan sinyal negatif kepada iklim bisnis dan investasi di Indonesia,” kata Dr. Fithra.
Dr. Fithra menambahkan, konsistensi menjadi masalah dalam kasus akuisisi JN oleh ASDP. Bukan hanya masalah korupsinya, tapi transparansi dan konsistensi. Ketika KPK tidak transparan dan merujuk pada kasus tertentu yang dikatakan tersandung korupsi, padahal referensinya belum jelas, ini menjadi kekhawatiran bagi investor. Bisa jadi ketika investasi masuk dan telah patuh serta transparan sesuai peraturan, tiba-tiba ada tuduhan korupsi yang referensinya tidak jelas, ini adalah masalah transparansi dalam penindakan korupsi.”
Dr. Fithra menekankan, langkah ASDP sudah sesuai peraturan dan standar, terutama dengan melibatkan lembaga internasional. Jadi, ketika ada tuduhan koruptif terkait proses yang seharusnya sudah transparan, itu menjadi masalah. Ini sebenarnya bukan soal korupsi, tetapi konsistensi kebijakan dan transparansi. Jika memang terjadi korupsi, harus ada dokumen yang jelas dan proses yang transparan.
Menurut KPK, akuisisi JN, sebuah perusahaan ferry terkemuka di Indonesia, melibatkan pembelian 53 kapal bekas yang dianggap tidak memenuhi spesifikasi serta utang perusahaan hampir mencapai Rp600 miliar. KPK mengklaim bahwa terdapat kerugian negara minimal sebesar Rp1,27 triliun, yaitu nilai transaksi itu sendiri. Pengambilalihan utang bersama aset perusahaan adalah praktik umum dalam akuisisi bisnis. Penetapan kerugian negara hanya dapat dilakukan secara mutlak oleh BPK.
Melihat langkah ASDP dalam mengakuisisi JN dengan proses due diligence yang ketat dan melibatkan lembaga terkemuka, tidak terdapat indikasi kesalahan yang dapat membenarkan kriminalisasi terhadap direktur BUMN dan pengusaha swasta.
Perlunya Kepastian Hukum Dalam Menciptakan Iklim Investasi Yang Aman
Memerangi korupsi penting untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, meningkatkan kepercayaan investor, dan melindungi reputasi Indonesia sebagai destinasi investasi yang aman dan stabil. Jika sistem antikorupsi di Indonesia menciptakan ketidakpastian hukum dengan mengkriminalisasi pengusaha tanpa bukti suap yang jelas, hal ini dapat menyebabkan investor merasa tidak aman, menghambat minat investasi, dan merusak reputasi Indonesia.
Keadilan seharusnya menjadi prinsip utama. Penting bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan sistem hukum guna memperbaiki iklim investasi dan menarik lebih banyak investor.
Akuisisi JN oleh ASDP Guna Perkuat Infrastruktur Maritim Nasional
Akuisisi JN oleh ASDP merupakan bagian dari Rencana Jangka Panjang ASDP 2020-2024 untuk mendukung ekspansi armada dan rute penyeberangan, membawa manfaat strategis, operasional, dan keuangan yang signifikan, serta mendukung rencana ASDP untuk melakukan IPO. Di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir, ekspansi ini memperkuat posisi ASDP sebagai pelopor inovasi dalam industri ferry Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi maritim Presiden Joko Widodo untuk memperkuat infrastruktur maritim nasional melalui penambahan armada ferry dan peningkatan kapasitas layanan transportasi laut.
Akuisisi JN meningkatkan armada kapal ASDP dari 166 menjadi 219 unit, menjadikannya operator ferry terbesar di Indonesia, memperluas jangkauan dan frekuensi layanan ASDP, serta meningkatkan kapasitas operasional. Pengoptimalan pelayaran dan rute meningkatkan pendapatan, efisiensi, dan kualitas layanan. Saat ini ASDP memiliki 311 jalur, dengan 70 persen di antaranya adalah jalur perintis. Penguatan lintasan komersial diperlukan untuk mendukung kelangsungan pelayanan ASDP dan menjaga keseimbangan antara kedua layanan.
Pada tahun 2023, ASDP mencatat laba bersih tertinggi dalam sejarahnya (Rp 637 miliar). Tanpa akuisisi ini, ASDP berisiko menghadapi opportunity loss. JN mengoperasikan rute-rute komersial yang menguntungkan. Akuisisi 53 kapal ferry dan 21 jalur laut komersial akan memakan waktu dan risiko tinggi tanpa akuisisi. Total aset ASDP melonjak dari Rp 8,22 triliun pada 2021 menjadi Rp 11,05 triliun pada 2023, mencerminkan ekspansi armada dan rute yang memperkuat posisi perusahaan.
“Para investor pasti akan melihat BUMN ini sehat karena bisa melakukan akuisisi jaringan di luar BUMN dan meningkatkan valuasinya. Ini memberikan sinyal positif bagi perkembangan BUMN dan sektor maritim,” kata Dr. Fithra.
Penambahan 53 kapal ferry dari JN sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperluas dan memperkuat infrastruktur maritim serta meningkatkan integrasi ekonomi berbasis laut.
Laporan Audit BPK pada Pengelolaan Kegiatan Investasi ASDP
Dalam laporan audit yang dirilis pada 14 Maret 2023, BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan kegiatan investasi pada ASDP telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal perusahaan dalam semua hal yang material. “Hasil audit BPK menjadi referensi pasar,” terang Dr. Fithra.
Penting untuk memperjelas definisi “kerugian negara” dari KPK, mengingat KPK belum memberikan perhitungan terperinci. Secara umum, kriminalisasi investor tanpa bukti yang jelas serta manipulasi media dapat merugikan iklim investasi, serta merusak reputasi dan demokrasi Indonesia.
Evaluasi yang objektif dan berbasis bukti penting untuk menjaga kepercayaan investor dan stabilitas ekonomi.Akuisisi melibatkan kajian mendalam dan due diligence oleh lembaga independen domestik dan internasional untuk memastikan penerapan Good Corporate Governance (GCG), serta memperoleh persetujuan dari pemegang saham dan Menteri BUMN.
Due diligence dilakukan oleh PT Deloitte Konsultan Indonesia untuk Financial Due Diligence, dan PricewaterhouseCoopers Indonesia (PwC) untuk Tax Due Diligence. Hiswara Bunjamin & Tandjung (HBT) bertindak sebagai penasihat hukum, PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menangani Engineering Due Diligence, dan KJPP Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun & Rekan (MBPRU) melakukan Asset Due Diligence. PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) bertindak sebagai Financial Advisor.
KJPP Suwendho Rinaldy & Rekan melakukan Stock Appraisal. Akuisisi dilakukan dengan pendampingan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kejaksaan. Investor internasional memiliki kepercayaan pada penilaian Deloitte dan PwC. Indonesia mesti menghormati komunitas global investor guna menarik Foreign Direct Investment (FDI).
Harga akuisisi JN ditetapkan sebesar Rp 1,27 triliun, yang lebih rendah dari valuasi independen sebesar Rp 1,34 triliun. Pembelian aset di bawah nilai pasar ini memberikan keuntungan signifikan bagi ASDP dan kas negara. Selisih harga ini memungkinkan ASDP memperkuat posisi finansialnya serta mendukung pengembangan dan ekspansi lebih lanjut. Penghematan dari harga akuisisi yang lebih rendah mendukung pengelolaan anggaran negara yang efisien, memperkuat posisi ASDP, serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara.
Pemerintah fokus pada upaya menarik investasi ke Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, penguatan infrastruktur, peningkatan daya saing, dan penciptaan lapangan kerja. Investasi juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara, mendorong kemajuan teknologi, dan mendiversifikasi ekonomi, yang pada akhirnya akan memperkuat stabilitas dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Potensi kriminalisasi akuisisi JN oleh ASDP tidak seharusnya menjadi preseden buruk yang dapat menakut-nakuti investor, yang bertentangan dengan visi Pemerintah.
#Menuju Perusahaan Pers yang Sehat dan Profesional